Setelah menerapkan hukum Allah (hudud) dengan
izin Allah Brunei
menemukan cadangan gas yang sangat signifikan untuk 70 tahun. Kerajaan Brunei
Kecil di pulau Borneo secara rasminya
memutuskan untuk menerapkan Syari’at Islam di negaranya oleh Sulthan Hassanal
Bolkiah pada hari Selasa (22/10/13) - Digital Dakwah
Berkat Laksana Hukum Allah, Kerajaan Brunei Temui Sumber Bumi Bernilai | Dalam pernyataan rasminya, Sulthan Hassanal Bolkiah mengatakan bahwa ratifikasi hukum pidana Islam yang baru akan diberlakukan secara bertahap selama 6 bulan mendatang. Teks undang-undang baru, yang selama bertahun-tahun didiskusikan, itu adalah memotong tangan pencuri, mencambuk pemabuk dan rajam untuk pezina.
“Hukum
baru ini dalam masa implementasi sebagai wujud menjalankan kewajiban kita
terhadap Allah” tutur Sulthan.
Penduduk
Brunai mencapai 400 ribu jiwa. 67% penduduknya beragama Islam, 13% beragama
Budha dan 10% Kristen serta 10 % lain-lain.
Kerajaan
Brunei Kecil di pulau Borneo pada hari Selasa
(22/10/13) memutuskan untuk menerapkan Syari’at Islam di negaranya.
Sulthan
Hassanal Bolkiah, salah satu orang berpengaruh di dunia, dalam pernyataan
resminya mengatakan bahwa ratifikasi hukum pidana Islam yang baru akan
diberlakukan secara bertahap selama 6 bulan mendatang.
Teks
undang-undang baru, yang selama bertahun-tahun didiskusikan, itu adalah
memotong tangan pencuri, mencambuk pemabuk dan rajam untuk pezina.
“Hukum bari ini dalam masa
implementasi sebagai wujud menjalankan kewajiban kita terhadap Allah” tutur
Sulthan.
Penduduk
Brunai mencapai 400 ribu jiwa. 67% penduduknya beragama Islam, 13% beragama
Budha dan 10% Kristen serta 10 % lain-lain.
Sari’at
Islam tidak diterpkan kecuali untuk muslimin. Brunei bersandar pada dua sitem
hukum, pertama sipil dan kedua Islam. Sulthan Hassanal Bolkiah mencoba
menerapkan Syari’at Islam semenjak tahun 1996.[usamah/dbs]
Tiga
bulan berselang, tepatnya Januari 2014 ini, sebuah penemuan gas besar telah
dibuat oleh Petronas di perairan perbatasan maritim bersama oleh Brunei dan
Malaysia dengan produksi berpotensi dimulai pada kuartal pertama 2014, media Malaysia
melaporkan kemarin.
Berkat Laksana Hukum Allah, Kerajaan Brunei Temui Sumber Bumi Bernilai
Perdana
Menteri Malaysia Najib Razak seperti dikutip The New Straits Times mengatakan
bahwa penemuan di Blok CA2, akan dapat memenuhi kebutuhan Brunei LNG. Laporan
itu menambahkan bahwa Najib digambarkan menemukan sebagai penemuan yang
‘signifikan’ dan disinyalir gas dapat mencukupi kebutuhan hingga 70 tahun
kedepan.
Sementara
itu The Star Online melaporkan bahwa Najib mengatakan dalam konferensi pers
setelah Konsultasi Tahunan ke-17 Brunei – Malaysia Leaders yang diadakan Yang
Mulia Sultan dan Yang DiPertuan of Brunei bahwa cadangan minyak dan gas yang
besar telah ditemukan di baru bidang eksplorasi wilayah Sarawak – Brunei –
Sabah.
Perdana
menteri Malaysia
dilaporkan mengucapkan terima kasih Yang Mulia untuk konsultasi dan menekankan
bahwa pengaturan komersial mencapai dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan
gas adalah salah satu hasil yang paling penting dari pertemuan tersebut.
Maha
Benar Allah dengan segala firman-NYa..
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا
لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ
كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS: Al-A’raf Ayat: 96)
أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا
بَيَاتاً وَهُمْ نَآئِمُونَ
“Maka
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur?” (Qs. Al-A’raf: 97)
أَوَ أَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَن يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى
وَهُمْ يَلْعَبُونَ
“Atau
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain?” (Qs. Al-A’raf: 98)
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ
إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang
merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A’raf: 99)
Pelajaran
untuk kita
Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata, “Allah berfirman mengabarkan betapa sedikitnya
keimanan para penduduk negeri yang menjadi tempat diutusnya para rasul.
Sebagaimana firman Allah
فَلَوْلا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا
إِلا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ
‘Dan
mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota
yang beriman lalu imannya itu bermanfaat kepadanya, selain kaum Yunus? Tatkala
mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan
dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka hingga waktu
tertentu.’ (Qs. Yunus: 98)” (Tafsir Ibnu Katsir, juz 3, hlm. 450)
Syekh
As-Sa’di menjelaskan tafsir surat
Al-A’raf:96—99 ini secara terperinci, dalam Taisir Karimir Rahman, hlm. 298.
Mari kita renungi bersama.
“Ketika
Allah Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang mendustakan para rasul diuji dengan
kemalangan, (musibah) itu merupakan nasihat sekaligus peringatan; mereka diuji
dengan kesenangan sebagai istidraj dan makar (dari Allah). Disebutkan bahwa
seandainya para penduduk negeri tersebut menyimpan iman dalam hati mereka
dengan penuh kejujuran, niscaya amal perbuatan mereka akan membenarkan (baca:
membuktikan) kejujuran tersebut.
Allah
juga menumbuhkan – untuk mereka – segala tetumbuhan dari bumi yang menjadi
sumber penghasilan mereka dan menjadi sumber pakan hewan ternak mereka. Dalam
tanah yang subur terdapat mata pencaharian, dalam keberlimpahan terdapat
rezeki, tanpa perlu merasakan kesusahan dan keletihan, tanpa perlu bekerja
keras dan tanpa mengalami kepayahan. Meski demikian, mereka tidak beriman dan
tidak bertakwa.
فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
‘… Maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.’ (Qs. Al-A’raf: 96)
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
‘Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut, yang disebabkan oleh perbuatan tangan
manusia, supaya Allah membuat mereka merasakan sebagian (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).’ (Q.s. Ar-Rum:41).”
Selain
penjelasan tersebut, Syekh As-Sa’di juga menyebutkan tafsir untuk beberapa
penggalan dari surat
Al-A’raf, ayat 96—99,
•
“Tidakkah penduduk negeri itu beriman“; yang dimaksud (“penduduk negeri” dalam
ayat tersebut) adalah ‘ para pendusta’, berdasarkan indikasi rangkaian kata
(setelahnya) “akan datangnya siksa dari Kami“, yaitu ‘azab yang pedih’;
• “Di
malam hari, saat mereka sedang tidur“, yaitu ‘saat mereka lengah, terpedaya, dan
sedang beristirahat’;
• “Atau
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang
bermain?”, maksudnya ‘apa gerangan hal yang membuat mereka merasa aman, padahal
mereka telah melakukan berbagai faktor penyebab yang bisa mendatangkan bencana
itu; mereka telah melakukan dosa-dosa yang sangat buruk, sehingga bagaimana
mungkin mereka tidak diganjar dengan kebinasaan setelahnya?’;
• “Maka
apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)?” maksudnya
‘ketika mereka dilenakan dari arah yang tidak mereka duga, dan Allah menyiksa
mereka; sesungguhnya, tipu daya Allah begitu kuat’;
• “Tiada
yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”, maksudnya
‘maka sesungguhnya, orang yang merasa aman dari makar Allah adalah orang yang
tidak membenarkan adanya balasan atas amalan yang telah dikerjakan. Dia juga
tidak beriman dengan penuh kesungguhan kepada para rasul. Ayat yang mula ini
menakut-nakuti secara umum, agar hendaknya para hamba tidak merasa aman dengan
keimanan yang dimilikinya.
Akan
tetapi, mereka senantiasa takut dan khawatir jika dirinya didera ujian yang
dapat memberangus imannya. Juga, hendaklah dia senantiasa berdoa dengan mengatakan,
‘Wahai Dzat yang membolak-balik hati, tetapkanlah hatiku di atas agamamu,’
serta hendaknya dia beramal dan berusaha dengan menempuh setiap sebab yang
memungkinkan dirinya terbebas dari keburukan ketika datangnya fitnah (ujian).
Oleh karena itu, seorang hamba –walau dia telah sampai pada kondisi
(keimanan)-nya saat ini– tak ada kepastian bahwa dia akan selamat.
Allah
tidak pernah zalim
إِنَّ اللّهَ لاَ يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئاً وَلَـكِنَّ
النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun. Akan tetapi, manusia
itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” (Qs. Yunus: 44)
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ
نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia
telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala hal yang kamu mohon
kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim: 34)
وَأَنذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ
الَّذِينَ ظَلَمُواْ رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ
وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُواْ أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا لَكُم
مِّن زَوَالٍ
“Dan
berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) azab
datang kepada mereka, maka orang-orang yang zalim berkata, ‘Ya Tuhan kami, beri
tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang
sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu dan akan mengikuti rasul-rasul.’
(Dikatakan kepada mereka), ‘Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia)
bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?’” (Qs. Ibrahim: 44)
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً
حَكِيماً
“(Kami
utus mereka) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya
rasul-rasul itu. Dan Allah itu Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. An-Nisa’:
165)
Wahai
orang yang berani melawan Allah, lawanlah jika engkau yakin kuasa ada di
tanganmu!
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ
أَنَّى يُصْرَفُونَ
“Apakah
kamu tidak melihat orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah
mereka dapat dipalingkan?” (Qs. Al-Mu’min: 69)
Sungguh
sayang, ternyata perlawananmu terhadap Rabb semesta alam tak ‘kan membuahkan kemenangan. Sudah banyak para
pembangkang di masa lalu yang mencobanya, namun buktinya mereka selalu gagal
bahkan mustahil memenangkannya.
وَالَّذِينَ يُحَاجُّونَ فِي اللَّهِ مِن بَعْدِ مَا
اسْتُجِيبَ لَهُ حُجَّتُهُمْ دَاحِضَةٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ
وَلَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ
“Dan
orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima, bantahan
mereka itu sia-sia saja di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah)
dan bagi mereka azab yang sangat keras.” (Qs. Asy-Syura: 16)
وَقَوْمَ نُوحٍ لَّمَّا كَذَّبُوا الرُّسُلَ أَغْرَقْنَاهُمْ
وَجَعَلْنَاهُمْ لِلنَّاسِ آيَةً وَأَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ عَذَاباً أَلِيماً
“Dan
(telah Kami binasakan) kaum Nuh tatkala mereka mendustakan rasul-rasul. Kami
tenggelamkan mereka dan Kami jadikan (kisah) mereka itu pelajaran bagi manusia.
Dan Kami telah menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang zalim.” (Qs.
Al-Furqan: 37)
Betapa
pendek ingatan kita
Adakah
yang masih ingat suara air bah Tsunami Aceh yang meluap dan menerabas
benda-benda mati dan makhluk hidup yang dilaluinya?
Adakah
yang masih ingat hiruk-pikuk orang-orang yang sibuk menyelamatkan diri dari
bencana meletusnya Gunung Merapi?
Adakah
yang masih ingat guncangan gempa Wasior yang membuat segalanya porak-poranda?
Adakah yang masih ingat keterpurukan Jepang selepas gempa yang dahsyat?
Adakah
yang masih ingat ketidakberdayaan manusia melawan badai katrina dan badai irene
di Amerika Serikat?
Sungguh
sering ingatan kita yang begitu pendek membuat kita pilu bukan main di suatu
saat.
Lalu, tak
berselang lama setelah itu, mulailah lagi tawa kita membahana dan kelalaian
kita menari-nari.
Sungguh,
hanya orang-orang yang senantiasa mengingat Allah yang selalu waspada di setiap
jengkal hidupnya.
Kita
takut, kita berharap
Maksud
kandungan ayat tersebut (surat
Al-A’raf: 96—99 diatas) adalah bahwa seorang hamba wajib merasa takut kepada
Allah, bersegera menuju Allah dengan penuh rasa harap dan cemas. Jika dia
melihat dosa-dosanya dan ancaman Allah dan siksa-Nya yang pedih maka dia akan
tunduk dan merasa takut. Jika dia melihat sikap-sikapnya yang berlebihan, baik
yang umum maupun yang khusus, maka dia akan memohon kepada Allah –dengan penuh
harap dan sungguh berhasrat– agar semua sikapnya itu berkenaan dimaafkan (oleh
Allah, pen.). (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)
Jika dia
diberi taufik untuk taat dengan mengharap ridha Rabb-nya maka nikmat tersebut
menjadi sempurna dengan diterimanya amalan ketaatan itu. Dirinya takut jikalau
amalannya itu ditolak, dia juga takut jika amalannya itu kurang sempurna. Jika
dia bermaksiat, dia menggantungkan harap agar sekiranya Rabb-nya berkenan
menerima taubatnya dan berkenan menghapusnya.
Dirinya
takut – karena sebab kelemahan taubatnya dan kelemahan perhatiannya akan dosa –
bahwa dosa itu akan menimbulkan hukuman baginya. Adapun saat nikmat dan
kemudahan datang, dia berharap kepada Allah agar mengekalkannya dan menambahnya
serta melimpahkan taufik kepadanya untuk bersyukur. Dirinya pun takut jika
nikmat taufik itu memudar jika dia ingkar nikmat. (Al-Qaul As-Sadid Syarh
Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)
Di waktu
ada kejadian yang tidak disukainya dan terjadi musibah yang menimpanya, dia
berharap kepada Allah agar mengangkat kesukaran tersebut dan dia menanti
kelapangan yang akan menguapkan kesukaran tadi. Jiwanya juga berharap Allah
mengaruniakan pahala atas musibah tersebut ketika dia melaluinya dengan penuh
kesabaran. Dia takut bila dua musibah (yaitu musibah di dunia dan di akhirat,
pen.) berkumpul maka akan lenyaplah pahala yang begitu dicintainya serta
terjadilah peristiwa yang dibenci, jika dia tidak menjalankan kesabaran yang
wajib. (Al-Qaul As-Sadid Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, hlm. 124)
Bagi Anda
yang merasa aman dari makar Allah, hati-hatilah dari dua sebab yang
membinasakan:
Pertama:berpaling
dari agama dan syariat
Seorang
hamba berpaling dari agama dan lalai dari mengenal Rabb-nya serta lalai dari
mengetahui hak-hak orang lain atas harta yang dimilikinya, dan dia
bermudah-mudah atas hal tersebut. Karenanya, dia akan senantiasa menjadi orang
yang berpaling lagi lalai dan menyepelekan kewajiban, “tekun dan sabar”
mengerjakan perbuatan-perbuatan haram, hingga rasa takut kepada Allah akhirnya
lenyap dari hatinya dan tak ada lagi sedikit pun iman yang tersisa di hatinya,
karena iman itu mengandung rasa takut kepada Allah serta takut akan azab-Nya di
dunia maupun di akhirat.
Kedua:
Beribadah didasari atas kebodohan
Hamba
tersebut beribadah dengan bekal kejahilan, kagum terhadap dirinya, dan tertipu
oleh amalannya. Sebagai akibatnya, dia senantiasa hidup dalam kejahilan hingga
dia menyimpulkan sendiri baik-buruk amalannya dan sirna pula rasa takut akan
hisab amal tersebut.
Menurutnya,
dia memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah sehingga dia akan aman dari
makar Allah, padahal sebenarnya dia benar-benar buta akan dirinya yang lemah
dan hina. Berawal dari ini semua, hamba tersebut menelantarkan dirinya dan
mendirikan penghalang antara dirinya dengan hidayah taufik, karena dia
sendirilah yang telah berbuat dosa.
Dengan
perincian ini, telah diketahui betapa agung perkara ini (rasa takut dan harap
kepada Allah, pen.) untuk (menyempurnakan) tauhid seseorang. (Al-Qaul As-Sadid
Syarh Kitabut Tauhid, juz 1, jlm. 126)
Sumber : http://m.voa-islam.com
By : Digital Dakwah